“MAKIN BERIMAN, MAKIN
BERSAUDARA,
MAKIN BERBELA RASA MELALUI
PANGAN SEHAT”
(Disampaikan sebagai
pengganti khotbah, pada
Misa Sabtu/Minggu, 28/29
September 2013)
Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater,
Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih
dalam Kristus,
1. Setiap tanggal 16 Oktober Gereja Katolik ikut
memperingati Hari Pangan Sedunia sebagai wujud keterlibatan Gereja di tengah
kecemasan dan keprihatinan dunia ini. Sehubungan dengan peringatan itu, baiklah
kita merenungkan beberapa hal.
2.1. Pada tanggal 5 Juni 2013 yang lalu, Bapa
Suci Fransiskus menyampaikan pesan yang sangat berharga untuk kita renungkan dan
laksanakan. Beliau mengajak kita untuk menghindari pemborosan makanan. Dalam
rangka peringatan Hari Pangan Sedunia, pesan itu menjadi sangat tajam karena
beliau juga mengatakan bahwa jika kita memboroskan, menyia-nyiakan dan membuang
makanan, kita merampok orang-orang miskin dan lapar!
2.2. Kata-kata Bapa Suci sungguh patut kita
renungkan karena di sekitar kita masih banyak orang lapar, bahkan kelaparan.
Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, satu
dari tujuh orang di dunia ini kekurangan makan. Prosentase orang yang kelaparan
itu makin besar di negara-negara yang sedang berkembang, apalagi yang masih
terbelakang. Dari lain pihak sangatlah menyedihkan karena menurut organisasi
yang sama, di seluruh dunia ada 1,3 milyar ton makanan dibuang setiap tahun.
Kondisi yang sangat memprihatinkan ini mendorong Program Lingkungan
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengangkat tema “Pikir, Makan dan Selamatkan” untuk
hari lingkungan hidup 5 Juni yang lalu. Terjemahan
tema itu ke dalam bahasa Indonesia adalah “Ubah Perilaku dan Pola Konsumsi
Untuk Selamatkan Bumi”. Keprihatinan ini pulalah yang menggerakan Bapa Suci
untuk menyampaikan pesan di atas.
3.1. Keadaan kita di Indonesia masih boleh
dikatakan lumayan. Pada awal tahun 1990-an tingkat kelaparan masih pada angka
sekitar 20 persen. Sekarang keadaan sudah lebih baik : artinya dari semula satu
dari lima sekarang menjadi satu dari sepuluh orang Indonesia mengalami
kelaparan. Tetapi yang disebut lebih baik itu masih tetap jelek, karena itu berarti
ada sekitar 24 juta orang di seluruh Indonesia, dan tentu sebagian itu ada di
Jakarta dan sekitarnya, yang mengalami kelaparan. Angka-angka ini tentulah dan
seharusnya mengusik hati nurani kita. Apalagi kalau kita melihat orang-orang –
mungkin kita sendiri termasuk di dalamnya – memboroskan makanan, tidak
menghabiskan yang diambil dan membuangnya! Banyak orang bertindak tanpa
berpikir panjang dan tidak peduli seperti itu.
3.2. Ketidakpedulian seperti itu sering juga
tampak terhadap diri kita sendiri. Sering kita sekedar makan kenyang dan enak,
kurang memikirkan dampak untuk kesehatan. Gejala banyaknya penyakit yang
diakibatkan oleh salah pilih makanan, menunjukkan kekurang-pedulian kita.
Saudari-saudara terkasih,
4. Kritik terhadap kenyataan yang serupa kita
dengar dari sabda Tuhan yang diwartakan pada hari ini. Nabi Amos mengecam keras
sikap orang-orang yang merasa puas dengan melakukan kewajiban-kewajiban dan
ritual ibadah serta merasa nyaman dengan harta dan kekayaan mereka yang bebas
mereka gunakan tanpa kesadaran akan tanggung-jawab sosial (Am 6:1a,4-7).
Sementara itu, kisah tentang orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31) perlu dibaca
dengan baik agar kita dapat memetik pesan yang utama. Pada awal sejarahnya, di
lingkungan warga Gereja – yang pada umumnya terdiri dari orang-orang kelas
menengah ke atas - berkembang kesadaran kuat untukn berbagi kehidupan dengan saudari-saudara mereka
yang tidak seberuntung mereka, sehingga terbangunlah kebersamaan di mana setiap
anggotanya mengalami kesejahteraan (bdk Kis 2:44-45; 4:34-35). Kebersamaan
seperti itu hanya mungkin terjadi kalau kebutuhan-kebutuhan dasar orang-orang
seperti Lazarus dipenuhi, dan dengan demikian diangkat martabatnya. Di lain
pihak, hati nurani orang-orang kaya seperti yang diceritakan dalam perumpamaan
ini mesti diasah, agar mereka tidak hanya kaya dalam harta dunia tetapi dalam
kemurahan (bdk 2 Kor 8:2) dan kebajikan (1 Tim 6:18). Dengan demikian semua
warga Gereja baik yang kaya maupun yang miskin akan berkembang sebagai “manusia
Allah” (1 Tim 6:11), sebagaimana dikatakan oleh Rasul Paulus.
5. Apa yang bisa kita buat? Bapa Suci memberikan
pesan yang sangat konkret yaitu tidak menyisakan makanan – termasuk air - dan
membuangnya. Perlu diingat, bahwa air bersih, di mana-mana termasuk di wilayah
Keuskupan Agung Jakarta, semakin sulit diperoleh dan mahal. Tampak sederhana,
tetapi jika sungguh-sungguh diwujudkan, pesan Bapa Suci itu akan sangat
bermakna dalam rangka membangun kehidupan bersama yang semakin sejahtera.
6. Kita juga diajak peduli pada kesehatan
sendiri. Godaan untuk menyantap makanan yang terasa enak meski kurang sehat
datang bertubi-tubi dalam hidup sehari-hari. Tema yang diangkat untuk Hari
Lingkungan Hidup pada bulan Juni yang lalu sangat bagus untuk diterapkan pada
diri sendiri, yaitu berpikir sejenak sebelum kita makan: berpikir untuk memilih
makanan yang sehat dan menyelamatkan bumi. Sangat diharapkan agar gerakan ini
tidak hanya bersifat pribadi tetapi menjadi gerakan keluarga, komunitas,
lingkungan, wilayah, paroki, Keuskupan Agung Jakarta dan Gereja semesta.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
7. Ada alasan lain yang ikut memperparah
keadaan, yaitu ketidakpedulian manusia pada alam. Ketidak-pedulian kita
terhadap alam menyebabkan tanah makin rusak dan tidak subur, air makin kotor
dan tercemar, udara makin panas dan mengandung racun. Itu semua ikut mempengaruhi secara negatif
produksi pangan. Karena itu, gerakan peduli pangan tidak bisa dipisahkan dari
gerakan peduli lingkungan hidup. Dengan demikian gerakan peduli sampah, pantang
plastik dan styrofoam, peduli air dan gerakan kepedulian lain layak kita
teruskan dan tingkatkan.
8. Sementara itu kita akan memasuki bulan
Oktober, bulan Rosario. Baiklah kita juga memakai kesempatan bulan Rosario ini
untuk berdoa bersama dan seperti Maria, Bunda Gereja. Dengan berdoa rosario
kita berdoa bersama Bunda Maria agar mereka yang kelaparan bisa dikenyangkan
dan yang kenyang bisa lebih tergerak untuk berbagi dan membantu. Kita doakan
agar kepedulian dan solidaritas masyarakat, khususnya para pengikut Yesus,
makin meningkat. Dengan rosario pun kita berdoa seperti Maria, yaitu dengan
“menyimpan dan merenungkan segala perkara dalam hati” (bdk. Luk. 2: 51) agar
kita bisa semakin mengetahui kehendak Bapa di dunia ini dan kemudian dengan tekun
melaksanakannya.
9. Akhirnya, bersama-sama dengan para imam,
diakon dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para
Ibu/Bapak/Suster/Bruder/adik-adik kaum muda, remaja dan anak-anak semua yang
dengan satu dan lain cara ikut terlibat dalam karya perutusan Gereja Keuskupan
Agung Jakarta. Melalui gerakan Hari Pangan Sedunia, kita diutus untuk berbagi
kebaikan kepada sesama umat kita maupun masyarakat luas. Sambil menimba
kekuatan dari teladan Bunda Maria, kita berharap bahwa gerakan belarasa tetap
berlanjut dan menjadi habitus umat di Keuskupan Agung Jakarta yang kita
cintai ini. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas
Anda.
I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar